Pengertian Sastra, Latar Belakang Lahirnya Angkatan 66, Ciri-Ciri, Para Pengarang dan Karya Sastra Angkatan 66.



Sejarah Sastra
MAKALAH
  SASTRA ANGKATAN 1966
Dosen Pengampu : Atika Wasila, S.Pd M.Pd.

Disusun oleh
Kelompok 7
Tri Lande                        (2161111047)
Syahfira Batubara          (2161111043)
Rima Syafitri                  (2162111014)
Mhd. Arpan                    (2162111004)
Kelas             : Reguler Dik B 2016 


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
201
7

KATA PENGANTAR
Tidak ada kata lain yang lebih utama untuk  kami ucapkan selain puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya. Sehingga, kami mampu menyelesaikan makalah Sejarah Sastra Angkatan ‘66 ini. Makalah Sejarah Sastra Angkatan ‘66 ini  disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Sastra Semester 2 pada program studi Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni di Universitas Negeri Medan.
Makalah ini berjudul Sejarah Sastra Angkatan ‘66dan disusun untuk membahas tentang pengertian sastra, latar belakang lahirnya angkatan 66, ciri-ciri sastra angkatan 66, para pengarang/ sastrawan angkatan 66 serta karya sastra angkatan 66. Kami berharap semoga makalah Sejarah Sastra Angkatan ‘66 ini dapat bermanfaat bagi kami serta bagi Mahasiswa khususnya prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Medan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca terutama kepada Ibu Atika Wasila, S.Pd M.Pd selaku Dosen mata kuliah Sejarah Sastra  di Universitas Negeri Medan tepatnya di kelas Pendidikan Reguler B.

Medan, Februari 2017

                                                                                                          Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3  Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Sastra............................................................................................ 3
2.2  Latar Belakang Lahirnya Angkatan 66.......................................................... 3
2.3  Ciri-Ciri Angkatan 66.................................................................................... 7
2.4  Para Sastrawan Angkatan 66......................................................................... 8
2.5  Karya Sastra Angkatan 66............................................................................. 10
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan..................................................................................................... 13
3.2  Saran............................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 15




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
     Sastra sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan jauh sebelum masyarakat mengenal tulisan. Sebelum mengenal tulisan sastra bersifat lisan. Keberadaan pengaragnya tidak diketahui atau anonym, karena saat itu sastra disampaikan dari mulut ke mulut.  Seiringnya waktu sastra di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak tokoh yang mulai menyampaikan pendapatnya mengenai sejarah sastra Indonesia. contohnya seperti H.B.Jassin, Taufik Ismail, Sanusi Pane, Sultan Takdir Alisyahbana dan lain-lain.Suatu karya sastra dianggap ideal apabila mencakup setidaknya lima aspek. Yang pertama adalah waktu. Waktu yang dimaksud adalah periodisasi atau angkatan yang menggolongkan karya sastra tersebut.Baik angkatan 1920-an, 1933, 1942, 1945, 1953, 1966 dan seterusnya. Yang kedua adalah wilayah. Karya sastra tersebut harus berada di territorial Indonesia yaitu dari sabang sampai merauke. Yang ketiga dalah bahasa. Sastra Indonesia harusmenggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Yang keempat adalah bangsa. Satra Indonesia yang ideal harus dikarang oleh orang berkebangsaan Indonesia. yang kelima adalah isi karya. Isi karya sastra Indonesia yang ideal adalah bercerita tentang bangsa maupun kehidupan orang Indonesia itu sendiri. Walaupun pengarang karya tersebut adalah orang Indonesia, namun karyanya tidak menggunakan bahasa Indonesia tidak dapat disebut sastra Indonesia yang ideal. Jika karya itu sudah diterjemahkan menggunakan bahasaIndonesia disebut sastra terjemahan. Seiring berjalannya waktu, sejarah sastra Indonesia mengikuti perkembangan jamannya. Begitu pula pada karya sastra angkatan 66. Pada periode ini, lebih bersifat mengkritik pemerintahan maupun politik. Pada angkatan ini, sastrawansudah mulai mengkritisi keadaan pemerintah maupun politik yang ada pada jaman itu. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas lebih detail mengenai “Sastra Angkatan 66.”

1.2  Rumusan Masalah
1)      Apa yang dimaksud dengan sastra?
2)      Apa yang melatar belakangi saastra angkatan 66?
3)      Bagaimana ciri-ciri sastra angkatan 66?
4)      Siapa saja sastrawan angkatan 66?
5)      Apa sajakah contoh-contoh karya sastra angkatan 66?

1.3  Tujuan
1)      Untuk mengetahui pengertian sastra
2)      Untuk mengetahui latar belakang lahirnya sastra angkatan 66.
3)      Untuk mengetahui ciri-ciri sastra angkatan 66.
4)      Untuk mengetahui siapa saja sastrawan angkatan 66.
5)      Untuk mengetahui karya-karya sastra angkatan 66.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) arti kata sastra adalah “karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya”.
Karya sastra berarti karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan caranya yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasannya sendiri.
Menurut Wellek dan Warren (1989) sastra adalah sebuah karya seni yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Sebuah ciptaan, kreasi, bukan imitasi.
2)      Luapan emosi yang spontan
3)      Bersifat otonom
4)      Otonomi sastra bersifat koheren(ada keselarasan bentuk dan isi.
5)      Menghadirkan sintesis terhadap hal-hal yang bertentangan.
6)      Mengungkapkan sesuatu yang tidak terungkapkan dengan bahasa sehari-hari.

2.2  Latar Belakang Lahirnya Angkatan 66
            Penamaan angkatan ‘66 dalam bidang kesusastraan diberikan oleh H.B.Jassin, memperkuat pendapatnya, bahwa pada sekitar 1966, di dalam kesusastraan Indonesia telah lahir sebuah generasi kesusastraan. Istilah angkatan ’66  sebenarnya diilhami oleh peristiwa politik : kebangkitan generasi muda yang dipelopori oleh KAMI-KAPPI dalam menumbangkan Orde Lama, beberapa bulan setelah meletusnya kudeta G-30S/PKI yang gagal itu. Kebanyakan mereka adalah aktivis Orde Baru. Kelompok itu berjuang membela kebenaran dan keadlan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, meruntuhkan kediktatoran dan penyelewengan-penyelewengan politis yang menjurus ke komunisme.
            Angkatan ’66 adalah istilah polotik. H.B. Jassin menransfernya kedalam dunia sastra sehingga menjadi satu istilah sastra karena ia melihat adanya kaitan yang sangat erat antara sastra dan perjuangan politik, sedangkan para sastrawan yang dimaksudkan berada di bawah kubu angkatan ’66 memang ikut ambil bagian di dalam perjuangan tersebut, baik secara langsung seperti yang dilakukan oleh Taufik Ismail, Sanditias, Slamet Sukirmanto, Bur Rawanto maupun lewat karya sastra Orde Baru.
            Para sastrawan angkatan ’66 telah berjuang  dengan ide-ide keadilan dan kebenaran, dengan tegas mendobrak kezoliman dan kemelut politik serta resesi ekonomi yang waktu itu tengah melanda. Seiring berjalannya waktu PKI menghilang, dengan hilangnya PKI dan Lekranya (Lembaga Kebudayaan Rakyat) dari dunia politik kebudayaan para pengarang yang pada 1964 lenyap dari peredaran mulai aktif menulis lagi. Terjadi pertentangan pendapat antara Ajip Rosidi dan H.B Jassin dikarenakan Ajip Rosidi memproklamasikan Angkatan Terbaru pada tahun 1950 sedangkan H.B Jassin menganggap bahwa sebutan Angkatan ’66 lebih tepat.
            Mengenai periodesasi dalam kesusastraan Indonesia belum banyak yang dapat dikatakan, karena kurun waktu tersebut masih terlalu dekat, belum jelas karya sastra mana yang akan tetap dikenang dan penyair mana yang akan tenggelam ditelan masa. Karena pengarang memiliki kesempatan terbuka setelah 1966, maka pengarang-pengarang yang sebelumnya sudah mulai tumbuh kini dapat berkembang dengan leluasa. Surat kabar menyediakan ruang kesusastraan. Majalah kebudayaan dan kesusastraan mulai bermunculan, seperti Budaya Jaya dan Horison.
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa sejarah awal pertumbuhan sastra Indonesia, para pengarang sudah menunjukkan perhatian yang cukup serius terhadap dunia politik. Nama angkatan 66 pertama kali digunakan oleh H.B.Jassin. dalam angkatan 66:Prosa dan Puisi. Dalam buku ini pertama kali H.B.Jassin menyampaikan penolakannya terhadap angkatan 50 dengan mengutip pernyataan Ajip Rosidi dalam Simposium Sastra Pekan Kesenian Mahasiswa di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1960.
H.B.Jassin mengkritisi semua konsepsi-konsepsi angkatan 50 dan angkatan terbarunya Ajip Rosidi dengan nada emosional dan keras. Alasan utama penafsiran angkatan 50 dan angkatan terbaru adasah kedekatn massa dengan angkatan sebelumnya yaitu angkatan 45 sehingga tidak ada konsep yang berlainan dengan angkatan sebelumnya tersebut (Jassin, 2013: 17-8).Sebelum munculnya nama sastra angkatan 66, WS Rendra dan kawan-kawannya dari Yogya pernah mengumumkan nama sastra angkatan 50 pada akhir 1953. Nama ini tidak popular dan kemudian dilupakan orang. Secara politis lahirnya angkatan ini dilatarbelakangi oleh pergolakan politik dalam masyarakat dan penyelewengan-penyelewengan pemimpin-pemimpin Negara yang tidak memiliki moral, agama, dan rasa keadilan demi kepentingan pribadi dan golongan. Penyelewengan tersebut antara lain pelanggaran terhadap Pancasila sebagai dasar Negara dan UUD 45 dengan memasukkan komunis sebagai sebuah nilai keindonesiaan yang tentu saja melanggar sila pertama. Selain itu, pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Hal-hal tersebut membuat Negara menjadi semakin terpuruk dan rakyat menderita.
Akhirnya, dengan semangat kebangkitan, angkatan 66 masyarakat menolak kebudayaan didominasi oleh politik. Perlawanan ini dilakukan oleh semua kalangan yang diawali oleh gerakan mahasiswa, selain pemberontakan-pemberontakan di daerah-daerah seluruh Indonesia. Peristiwa politik tersebut berimplikasi pada paham sastra yang berkembangpada masa tersebut. Terdapat dua kelompok, yaitu golongan penulis yang terkumpul dalam lekra dan para seniman penandatangan manifest kebudayaan. Selain itu, terdapat sastrawan yang tidak terkumpul pada keduanya yang tetap pada posisi netral. Lekra, mulanya bukan lembaga budaya PKI. Menjadi salah satu media dalam metode penyerangan terhadap berbagai bidang PKI yang agresif.
Serangan dilakukan pada orang-orang yang tidak bersedia mendukung PKI. Salah satu tokoh yang diserang adalah Hamka. Maka pada awal Agustus 1963 di Bogor dan di Jakarta diadakan pertemuan-pertemuan antara tokoh budaya, pengarang dan seniman lainnya untuk membahas manifest kebudayaan.
Manifest kebudayaan adalah perlawanan-perlawanan yang dilakukan para budayawan dan sastrawan akibat tekanan yang bertambah besar dari pihak komunis dan pemimpin bangsa yang mau menyelewengkan negara. Hasil rumusan itu dibawa kedalam siding lengkap pada tanggan 24 Agustus 1963. Selaku pimpinan sidang Gunawan Muhamad dan sekretarisnya  
Bokor Hutasuhut siding memutuskan naskah manifest kebudayaan yang bunyinya sebagai berikut:
1)      Kami para seniman dan cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah Manifes Kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita dan politik Kabudayaan Nasional kami.
2)      Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sector kebudayaan di atas sector kebudayaan yang lain. stiap sector berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.
3)      Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha menciptakan dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat dari kami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah masyarakat bangsa-bangsa.
4)      Pancasila dalah falsafah kebudayaan kami.Manifest kebudayaan ini pertama kali dipublikasikan dalam surat kabar Berita Republik (Jakarta). Manifest tersebut ditandatangani pada 17 Agustus 1963 oleh beberapa pengarang antar lain H.B.Jassin, Zain, Trisno, Sumardjo, Goenawan Mohamad, Bokor Hutasuhut, Wiratmo Soekito, dan Soe hok djin.
Pasca diumumkan, manifest tersebut didukung oleh seniman-seniman di daerah. Namun, Lekra  tidak tinggal diam. Dengan menggunakan pengaruh dalam pemerintahan dan semua media yang telah dikuasai oleh mereka, mereka menyerang manifest kebudayaan dan orang-orang yang menandatanganinya.
Soekarno menyatakan bahwa manifest kebudayaan dilarang. Penandatanganan manifest tersebut diusir dari tiap kegiatan, ditutup segala kemungkinan untuk mengumumkan karya-karyanya, bahkan yang menjadi pegawai pemerintah dipecat dari pekerjaannya. Terbitan yang menjadi tempat menulis dituntut untuk ditutup. Salah satunya majalah Sastra yang didirikan H.B.Jassin. Angkatan 66  dalam sastra Indonesia mencakup kurun waktu tahun 1963-1970-an.
Disamping itu, karya tahun 1966 ini tidak hanya bercirikan protes sosial, politik, ekonomi melainkan juga bercirikan agama. Hal ini dimaksud pengarang untuk membedakan dirinya dari pengarang lekra yang cenderung ateis.

2.3  Ciri-ciri Sastra Angkatan 66
Ciri-ciri sastra angkatan 66 dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1)      Kelompok sastra 60 sampai dengan 66
Merupakan masa kejayaan sastrawan Lekra yang bernaung di bawah panji-panji PKI. Sastrawan yang bersebrangan dengan PKI dapat dikatakan kurang berkembang, apalagi manifest kebudayaan yang menjadi konsepsinya dicekal dan dilarang pemerintah.
2)      Kelompok sastra tahun 66 sampai dengna 70-an.
Masa ini didominasi oleh karya-karya yang berisi protes terhadap pemerintah. Dari segi isi, konsepsinya adalah pancasila dan UUD 45. Dari protes sosial, ekonomi, dan politik yang dikemukakan dengan berapi-api dan retorikanyasangat kuat beralih kecurahan hati dan perasaan lega pengarang yangsekian tahun tertindas. Pada akhirnya tema-tema agama menjadi warnanya.
Ciri-ciri lain sastra angkatan 66 disebutkan sebagai berikut:
1)      Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada).
2)      Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita.
3)      Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan.
4)      Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan lebih banyak mengemuka.
5)      Banyak terdapat penggunaan gayaretorik dan slogan dalam puisi.
6)      Muncul puisi mantra dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah.

2.4  Sastrawan Angkatan 66
Para pengarang yang diklasifikasikan oleh HB.Jassin ke dalam angkatan 66 yang menulis prosa dan puisi sebagai media perjuangan adalah:
1)      Taufik Ismail
Lahir di Bukit Tinggi tahun 1937. Profesinya adalah seorang dokter hewan, juga dikenal sebagai seorang penyair yang handal. Sajak-sajaknya penuh dengan protes-protes terhadap ketidakadilan dan penyelewengan.
2)      Gunawan Muhammad
Lahir 29 Juli 1941 di Batang, Pekalongan. Tulisannya, baik puisi maupun esai-esainya banyak dimuat dalam harian “abadi”, majalah “Sastra” seperti Horison dan Basis.
3)      Saini
Lahir di Sumedang tahun 1938. Beliau menulis beberapa prosa, seperti novel, cerpen, puisi termasuk drama. Disamping itu adajuga karyanya seperti kritik dan esai. Sajak-sajaknya yang terkenalditerbitkan dalam kumpulan sajak yang diberi judul “Nyanyian Tanah Air”
4)      Sapardi Djoko Damono
Lahir 23 Maret 1940 di Solo, beliau adalah lulusan Universitas Gajah Mada.
5)      Gerson Poyk
Lahir 16 Juni 1931 di Pulau Roti. Karyanya yang terkenaladalah “Hari-hari Pertama” bersifat religious, Mutiara di TengahSawah.
6)      Tocty Heraty
Lahir 27 November 1933 di Bandung. Beliau adalah lulusan Fakultas Psikologi di UI dan sebagai dosen di Almamaternya.
7)      Andrea Alexandre Leo
Lahir 19 Agustus 1935 di Sumatra Selatan. Pernah masuk Perguruan Tinggi Jurnalistik, Akademi Teater Nasional (1955-1956) di Jakarta. Karya-karyanya banyak dimuat di majalah-majalah, seperti Jembatan Tertutup, Nusantara danlain-lainnya.
 Masih banyak pengarang dan penyairangkatan 66 lainnya yang mempunyai andil besar dalam mempertahankan Pancasila antara lain :
1)      Taha Mochtar
2)      Arifin C. Noer
3)      Bokor Hutasuhut
4)      Bur Rasuanto
5)      Ayip Rosidi
6)      W.S.Rendra
7)      NH.Dhini
8)      Iswi Sawitri
9)      Abdul Wahid
10)  Situmcang
11)  Satyagraha Hocrip
12)  Masnur Samin
13)  Subagio Sastro Wardoyo dan lain-lainnya.
Sastrawan-sastrawan ini dapat di golongkan ke angkatan pejuang dalam membela Negara untuk tetap tegaknya Pancasila dan UUD 45.
 

2.5  Karya Sastra Angkatan 66
a.      Taufik Ismail
1.      Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
2.      Tirani dan Benteng
3.      Buku Tamu Musim Perjuangan
4.      Sajak Ladang Jagung
5.      Kenalkan
6.      Saya Hewan
7.      Puisi-puisi Langit
b.      Sutardji Calzoum Bachri
1.      Amuk
2.      Kapak
c.       Abdul Hadi WM
1.      Meditasi (1976)
2.      Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
3.      Tergantung Pada Angin (1977)
d.      Sapardi Djoko Damono
1.      Dukamu Abadi (1969)
2.      Mata Pisau (1974)
e.       Goenawan Mohamad
1.      Parikesit (1969)
2.      Interlude (1971)
3.      Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
4.      Seks, Sastra, dan Kita (1980)
f.       Umar Kayam
1.      Seribu Kunang-kunang di Manhattan
2.      Sri Sumarah dan Bawuk
3.      Lebaran di Karet
4.      Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
5.      Kelir Tanpa Batas
6.      Para Priyayi
7.      Jalan Menikung
8.      Godlob
9.      Adam Makrifat
10.   Berhala
g.      Nasjah Djamin
1.      Hilanglah si Anak Hilang (1963)
2.      Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
h.      Putu Wijaya
1.      Bila Malam Bertambah Malam (1971)
2.      Telegram (1973)
3.      Stasiun (1977)
4.      Pabrik
5.      Gres
6.      Bom
i.        Djamil Suherman
1.      Perjalanan ke Akhirat (1962)
2.      Manifestasi (1963)
j.        Titis Basino
1.      Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
2.      Lesbian (1976)
3.      Bukan Rumahku (1976)
4.      Pelabuhan Hati (1978)
5.      Pelabuhan Hati (1978)
k.      Leon Agusta
1.      Monumen Safari (1966)
2.      Catatan Putih (1975)
3.      Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
4.      Hukla (1979)
l.        Iwan Simatupang
1.      Ziarah (1968)
2.      Kering (1972)
3.       Merahnya Merah (1968)
4.       Keong (1975)
5.       RT Nol/RW Nol
6.      Tegak Lurus Dengan Langit
m.    M.A Salmoen
1.      Masa Bergolak (1968)
n.      Parakitri Tahi Simbolon
1.      Ibu (1969)
o.      Chairul Harun
1.      Warisan (1979)
p.      Kuntowijoyo
1.      Khotbah di Atas Bukit (1976)
q.      M. Balfas
1.       Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
r.       Mahbub Djunaidi
1.      Dari Hari ke Hari (1975)
s.       Wildan Yatim
1.      Pergolakan (1974)
t.        Harijadi S. Hartowardojo
1.      Perjanjian dengan Maut (1976)
u.      Ismail Marahimin
1.      Dan Perang Pun Usai (1979)
v.      Wisran Hadi
1.      Empat Orang Melayu
2.      Jalan Lurus


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa sejarah awal pertumbuhan sastra Indonesia, para pengarang sudah menunjukkan perhatian yang cukup serius terhadap dunia politik. Nama angkatan 66 pertama kali digunakan oleh H.B.Jassin.
Bokor Hutasuhut siding memutuskan naskah manifest kebudayaan yang bunyinya sebagai berikut. (1) Kami para seniman dan cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah Manifes Kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita dan politik Kabudayaan Nasional kami. (2) Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sector kebudayaan di atas sector kebudayaan yang lain. stiap sector berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya. (3) Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha menciptakan dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat dari kami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah masyarakat bangsa-bangsa. (4) Pancasila dalah falsafah kebudayaan kami.
Ciri-ciri sastra angkatan 66 dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu: (1) Kelompok sastra 60 sampai dengan 66 (2) Kelompok sastra tahun 66 sampai dengna 70-an.
Dari segi isi, konsepsinya adalah pancasila dan UUD 45. Dari protes sosial, ekonomi, dan politik yang dikemukakan dengan berapi-api dan retorikanyasangat kuat beralih kecurahan hati dan perasaan lega pengarang yangsekian tahun tertindas. Pada akhirnya tema-tema agama menjadi warnanya.
Ciri-ciri lain sastra angkatan 66 disebutkan sebagai berikut: (1) Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada). (2) Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita. (3) Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentangperekonomian yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan. (4)  Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan lebih banyak mengemuka. (5)  Banyak terdapat penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi. (6) Muncul puisi mantra dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah.
Para pengarang yang diklasifikasikan oleh HB.Jassin ke dalam angkatan 66 yang menulis prosa dan puisi sebagai media perjuangan adalah Taufik Ismail, Gunawan Muhamad, Saini, Sapardi Djoko Damono, Gerson Pyok, Toety Heraty, Andrea Alexandre Leo.
Karya sastra yang dihasilkan pada angkatan 66 diantaranya adalah: Taufik Ismail 1) Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia 2) Tirani dan Benteng 3) Buku Tamu Musim Perjuangan 4) Sajak Ladang Jagung 5) Kenalkan 6) Saya Hewan 7) Puisi-puisi Langit. Sutardji Calzoum Bachri 1) Amuk 2) Kapak. Abdul Hadi WM 1) Meditasi (1976) 2) Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975) 3) Tergantung Pada Angin (1977) dan sebagainya.

3.2  Saran
Sastra angkatan 66 memiliki kekayaan karya yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita harus tetap menjaga dan melestarikan karya-karya tersebut dan tidak melupakannya sebagai bagian dari kesusastraan Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA
Sutresna, Ida Bagus. 2006. Sejarah sastra Indonesia. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Mujiyanto, Yant dan Amir Fuady. 2014. Sejarah Sastra Indonesia. Penerbit Ombak: Yogyakarta
http://www.google.co.id/m?&q=sejarah+sastra+angkatan+66+pdf diakses pada Sabtu, 18 Februari 2017 Pukul 17.00 WIB
http://ardisetiawan1989.blogspot.in/2013/11/sejarah-sastra-angkatan-66.html diakses pada Sabtu, 18 Februari 2017 Pukul 17.00 WIB
http://www.jendelasastra.com/wawasan/essay/makalah-sastra-angkatan-66 diakses pada Sabtu, 18 Februari 2017 Pukul 17.00 WIB

Komentar